What Inside My Mind #001
“Hidup ini bukan tentang apa yang lo mau, tapi juga tentang apa yang lo bisa.” — Adriano Ikhsan Qalbi
Jadi kalau kita mau hidup mendingan, kita juga harus bisa hidup mendingan. Dalam artian, harus ada usaha gimana caranya biar bisa hidup mendingan. Misalkan kalau mau dapat uang lebih, harus bisa mendapatkan uang yang lebih. Caranya gimana? You need to be better than the others.
Kalau ditilik ke belakang kenapa bisa berada di-titik sekarang yang bisa dibilang “titik aman” di masa quarter-life crisis, karena kebanyakan waktu dihabiskan untuk menyeimbangkan “you need to be better than the others” sambil “I just want to live my life happily and doing what I really want”. Dan kebetulan saya orang-nya malas ke luar (I can say this one is the perks of being an introvert at some point).
Bermain J-RPG pake emulator PS1 atau PS2 — finishing side-quest game sampai perfect gameplay, tamatin Final Fantasy VII perfect game dalam waktu kurang dari 3 hari (I can say I’m an avid gamer since I’m born — and still), dan investasi waktu buat belajar apa yang benar-benar saya ingin lakukan.
Ditengah-tengah “perjalanan spiritual” ini, saya sadar bahwa “better than the others” ini bisa dilakukan oleh semua orang. Namun caranya berbeda-beda tiap orang. Ada yang benar-benar “easy peasy lemon squeezy” dan ada yang harus berdarah-darah. Karena …
Seseorang bisa berbuat lebih dari orang lain itu karena ada 2 hal. Memang karena orangnya berbakat dari lahir (innate talent) atau memang orangnya berusaha keras belajar untuk melakukan itu.
Musisi virtuoso seperti Chris Broderick itu bukan lahir, menua, terus langsung join Nevermore, Jag Panzer, Megadeth, and In Flames jadi Lead Guitarist. Benar-benar ada dedikasi disana, lebih ke arah persistent kalau mau dibilang sehingga dia berada di titik sekarang.
Nah, karena saya sadar orang-nya bodoh, jadi harus banyak effort biar bisa keep-up. Jadi sewaktu kuliah dulu, saya jarang keluar dari kost (kecuali ke kampus, acara komunitas, cari makan pagi/siang/malam, cari kebutuhan pokok, dan keperluan urgent lainnya). Saya harus berusaha lebih tekun dari orang lain supaya bisa bersaing atau bahkan better than the others.
Selain itu, better than the others saya sadar kalo saya keluar dari kampus cuman modal IPK cum-laude (bacot. IPK cuman 3,41) gak akan bawa saya kemana-mana. Disana-sana aja dan mungkin akan tetap digaji UMR. I’m not gonna let that happen to me. Jadi solusinya apa? Cari relasi (either business, atau ke orang yang experienced, atau ke kantor yang bonafit).
To be continued “What Inside My Mind #002”. Terima kasih sudah meluangkan waktu buat membaca apa yang diotak saya selama saya kuliah dulu, ditunggu kelanjutannya dari si bodoh ini.